JALUR TRANSPORTASI DI KALIMANTAN BARAT



Bandar Udara Internasional Supadio

bandara internasional supadio adalah sebuah bandar udara yang terletak di Kabupaten Kubu Raya,Kalimantan Barat, Indonesia.
Jaraknya dari Kota Pontianak adalah 17 km.
Bandara ini dikelola oleh PT. Angkasa Pura II. Luas bandara Supadio adalah 528 ha.

Bandara Supadio
Kode IATAPNK
Kode ICAOWIOO
LokasiPontianakKalimantan Barat
NegaraIndonesia
Tipesipil
Zona waktuUTC+7
Elevasim (10 f)
Koordinat0° 9′ 2,56″ LS,
109° 24′ 14,1″ BT
Landas pacu
ArahPanjangPermukaan
ftm
15/337.3802.250aspal
Bandara Internasional Supadio terletak kira-kira 20 menit dari pusat kota Pontianak.
PT Angkasa Pura I Mengoperasikan bandara yang dapat menampung 1,5 juta penumpang ini.




























Transportasi dari dan ke bandara Internasional Supadio Pontianak, Kalimantan Barat
Ada beberapa jenis transportasi umum yang dapat anda gunakan untuk menuju ke bandara Supadio:

  • Taksi
     Dengan menggunakan taksi, waktu yang diperlukan untuk menuju ke bandara lebih cepat,
  • tapi tentu saja harga yang dibayar harus lebih mahal.
Fasilitas yang terdapat di bandara Internasional Supadio Pontianak, Kalimantan Barat
Beberapa fasilitas dan sarana umum yang terdapat di Bandara Supadio adalah:

  • ATM
  • Wartel
  • Mini market
  • Restoran dan Cafe
  • Bank
  • Shopping Arcade
  • Lounge

Daftar isi

Data-data


Data Bandara

  • Domestik dan Internasional,
  • Posisi 00°09´03"S, 109°24´14"E,
  • Elevasi 3m (10ft),
  • Terminal Penumpang Domestik 2.711,5 meter persegi,
  • Terminal Penumpang Internasional 660 meter persegi,
  • Terminal Kargo 807 meter persegi,
  • Jam Kerja : 06.00 - 21.00 Wib.


  • Navigational Aids: VOR-DME, NDB
  • Runway 1: Heading 15/33, 2,250m (7,378ft), 45m/F/D/X/T, ILS
  • Apron : 1. 245 m x 80 m 2. 145 m x 80 m. Luas 31.200 meter persegi


Airport Tax

  • Domestik : Rp. 60.000,00
  • Internasional : Rp. 75.000,00



Domestik

















HALAMAN DEPAN BANDARA












HALAMAN BELAKANG BANDARA













LANDASAN PACU BANDARA














TEMPAT PEMBELIAN TIKET PESAWAT











TEMPAT CHECK IN TIKET













TAMAN BUNGA DI HALAMAN BELAKANG BANDARA











TEMPAT MENUNGGUNYA KEBERANGKATAN


OBJEK WISATA DI KALIMANTAN BARAT


TUGU KHATULISTIWA

Tugu ini menjadi salah satu ikon wisata Kota Pontianak dan selalu dikunjungi masyarakat,
khususnya wisatawan yang datang ke Kota Pontianak.
Sejarah mengenai pembangunan tugu ini dapat dibaca pada catatan yang terdapat didalam gedung.
a. Tugu pertama dibangun tahun 1928 berbentuk tonggak dengan anak panah.Dalam catatan tersebut disebutkan bahwa : 
Berdasarkan catatan yang diperoleh pada tahun 1941 dari V. en. W oleh Opzichter Wiese dikutip dari 
Bijdragen tot de geographie dari Chef Van den topographischen dienst in Nederlandsch- Indië : 
Den 31 sten Maart 1928 telah datang di Pontianak satu ekspedisi Internasional yang dipimpin oleh 
seorang ahliGeografi berkebangsaan Belanda untuk menentukan titik/tonggak garis equator 
di kota Pontianak dengan konstruksi sebagai berikut :
b. Tahun 1930 disempurnakan, berbentuk tonggak dengan lingkarang dan anak panah.
c. Tahun 1938 dibangun kembali dengan penyempurnaan oleh opzicter / architech Silaban
Tugu asli tersebut dapat dilihat pada bagian dalam.
d. Tahun tahun 1990, kembali Tugu Khatulistiwa tersebut direnovasi dengan pembuatan kubah 
untuk melindungi tugu asli serta 
pembuatan duplikat tugu dengan ukuran lima kali lebih besar dari tugu yang aslinya. 
Peresmiannya pada tanggal 21 September 1991.
Tugu.khatulistiwa 2aa.jpg
Diameter lingkaran yang ditengahnya terdapat tulisan EVENAAR 
sepanjang 2,11 meter. Panjang penunjuk arah 2,15 meter.
Bangunan tugu terdiri dari 4 buah tonggak kayu belian (kayu besi), 
masing-masing berdiameter 0,30 meter, 
dengan ketinggian tonggak bagian depan sebanyak dua buah 
setinggi 3,05 meter dan tonggak bagian belakang 
tempat lingkaran dan anak panah penunjuk arah setinggi 4,40 meter.
Tulisan plat di bawah anak panah tertera 109o 20' OLvGr 
menunjukkan letak berdirinya tugu khatulistiwa pada garis Bujur Timur.
Pada bulan Maret 2005, Tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi(BPPT) 
melakukan koreksi untuk menentukan lokasi titik nol garis khatulistiwa 
di Kota Pontianak. 
Koreksi dilakukan dengan menggunakan gabungan metoda terestrial 
dan ekstraterestrial 
                                                                                       yaitu menggunakan global positioning system (GPS) dan 
                                                                                       stake-out sebagai titik nol khatulistiwa.
                                                                                       Hasil pengukuran oleh tim BPPT, menunjukkan, 
        posisi tepat Tugu Khatulistiwa saat ini berada 
        pada 0 derajat, 0 menit, 3,809 detik lintang utara; 
        dan, 109 derajat, 19 menit, 19,9 detik bujur timur
Sementara, posisi 0 derajat, 0 menit dan 0 detik ternyata melewati taman 
atau tepatnya 117 meter 
ke arah Sungai Kapuas dari arah tugu saat ini. 
Di tempat itulah kini dibangun patok baru yang masih terbuat dari pipa PVC
 dan belahan garis barat-timur ditandai dengan tali rafia.
Mengenai posisi yang tertera dalam tugu 
(0 derajat, 0 menit dan 0 detik lintang, 109 derajat 20 menit, 0 detik bujur timur), 
berdasarkan hasil pelacakan tim BPPT, titik itu terletak 1,2 km dari Tugu Khatulistiwa,
 tepatnya di belakang sebuah 
rumah di Jl Sungai Selamat, kelurahan Siantan Hilir
Peristiwa penting dan menakjubkan di sekitar Tugu Khatulistiwa adalah saat terjadinya titik kulminasi matahari, 
yakni fenomena alam ketika Matahari tepat berada di garis khatulistiwa. 
Pada saat itu posisi matahari akan tepat berada diatas kepala sehingga menghilangkan semua bayangan benda-benda dipermukaan bumi. 
Pada peristiwa kulminasi tersebut, bayangan tugu akan "menghilang" beberapa detik saat diterpa sinar Matahari. 
Demikian juga dengan bayangan benda-benda lain disekitar tugu.
Peristiwa titik kulminasi Matahari itu terjadi setahun dua kali, yakni antara tanggal 21-23 Maret dan 21-23 September. 
peristiwa alam ini menjadi event tahunan kota Pontianak yang menarik kedatangan wisatawan 

Aloe Vera Centre 
Aloe vera adalah tumbuhan atau tanaman yang sudah digunakan berabad-abad untuk berbagai macam tujuan. Sejak 4.000 tahun yang lalu, Aloe Vera telah dikenal khasiatnya karena di dalam daunnya mengandung berbacam macam nutrisi. DI Yunani pada tahun 333 SM, Aloe vera dikenal sebagai tanaman untuk mengobati berbagai macam penyakit, demikian juga di China, orang menyebutnya sebagai tanaman suci. Aloe vera sebenarnya berasal dari kapulauan Canari, Afrika Utara. Di Kota Pontianak, Aloe vera dikenal dengan sebutan Lidah Buaya. Pada tahun 1990, Lidah Buaya mulai dibudidayakan. Aloe Vera Centre didirikan pada tahun 2002. Di kawasan ini dapat dilihat bagaimana Aloe vera dibuat menjadi tepung dan berbagai jenis makanan seperti dodol, minuman dan berbagai jenis sajian lainnya. Nutrisi yang terkandung pada Aloe vera dapat digunakan sebagai pencegah berbagai macam penyakit, menjaga kebugaran seksual, perawat kulit dan kosmetik. Berbagai macam makanan dan muniman hasil olahan Aloe vera banyak tersedia di toko-toko dan pusat perbelanjaan di Kota Pontianak. Di lokasi Aloe vera centre ini terdapat juga Orchid Centre, yaitu pusat pembudidayaan berbagai macam jenis anggrek, termasuk anggrek hitam, species anggrek khas Kalimantan yang kini sudah mulai langka.

Replika Rumah Panjang

Replika Rumah Panjang 
Rumah Panjang atau disebut rumah betang adalah sebuah tiruan (reflika) dari rumah panjang tradisional suku Dayak di daerah pedalaman Kalimantan. Rumah ini dibangun dengan tiang tinggi lebih dari 2 meter, sehingga orang dapat dengan leluasa berjalan di bawah dan di dalam rumah. Rumah Panjang terletak di Jalan Sutoyo Pontianak, berdampingan dengan Perpustakaan Daerah Propinsi Kalimantan Barat, sekitar 100 meter dari Museum Propinsi. Di lokasi ini biasanya dilakukan gawai Adat Dayak yaitu pesta panen padi yang dilakukan etnis Dayak dengan menampilkan berbagai kesenian dan tradisi dari sub-sub etnis Dayak yang ada di Kalimantan Barat.

Makam Batu Layang

Makam Batu Layang 
Makam Batu Layang, juga disebut dengan Taman Makam Raja-raja dari Kerajaan Pontianak, mulai dari Raja Pertama (Sultan Syarief Abdurrachman Alqadrie) hingga Raja terakhir (Sultan Hamid II) serta beberapa keluarga raja. Tempat ini biasanya ramai dikunjungi khususnya pada Hari Besar Islam. Makam ini terletak kurang lebih 2 kilometer dari Tugu Khatulistiwa yang dapat dikunjungi dengan menggunakan transportasi darat maupun transportasi air (sampan).

Museum Provinsi

Museum Provinsi adalah sebuah bangunan indah berdekorasi modern dengan ornament ciri khas dari Kalimantan Barat. Sebagai jendela budaya peradaban masyarakat Kalimantan Barat tempo dulu, beberapa benda-benda peninggalan bersejarah tersimpan dengan baik. Di bagian depan museum dapat dilihat sebuah relief yang melukiskan peristiwa perjuangan kemerdekaan dari suku Dayak dan Melayu.

Istana Kadriah Kesultanan Pontianak

A. Selayang Pandang
Istana Kadriah merupakan cikal-bakal lahirnya Kota Pontianak. Keberadaan Istana Kadriah tidak lepas dari sosok Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadri (1738-1808 M), yang di masa mudanya telah mengunjungi berbagai daerah di Nusantara dan melakukan kontak dagang dengan saudagar dari berbagai negara.


Ketika ayahnya Habib Husein Alkadri, yang pernah menjadi hakim agama Kerajaan Matan dan ulama terkemuka Kerajaan Mempawah, wafat pada tahun 1770 M, Syarif Abdurrahman bersama keluarganya memutuskan mencari daerah pemukiman baru. Batu Layang merupakan salah satu daerah yang mereka singgahi. Di sini, rombongan tersebut bertemu dengan para perompak, dan berhasil mengalahkan mereka. Kemudian, rombongan Syarif Abdurrahman melanjutkan pelayaran mencari daerah yang lebih baik. Pada tanggal 23 Oktober 1771 M (24 Rajab 1181 H), mereka tiba di daerah dekat pertemuan tiga sungai, yaitu Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas. Kemudian, mereka memutuskan untuk menetap di daerah tersebut.


Secara historis, Istana Kadriah mulai dibangun pada tahun 1771 M dan baru selesai pada tahun 1778 M. Tak beberapa lama kemudian, Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadri pun dinobatkan sebagai sultan pertama Kesultanan Pontianak. Dalam perkembanganya, istana ini terus mengalami proses renovasi dan rekonstruksi hingga menjadi bentuknya seperti yang sekarang ini. Sultan Syarif Muhammad Alkadri, sultan ke-6 Kesultanan Pontianak, tercatat sebagai sultan yang merenovasi Istana Kadriah secara besar-besaran.


Saat ini tampuk kepemimpinan Kesultanan Pontianak dipegang oleh Sultan Sayyid Syarif Abubakar Alkadri, sultan ke-9, yang bergelar Pangeran Mas Perdana Agung.


B. Keistimewaan 
Keanggunan istana seluas 60 x 25 meter yang terbuat dari kayu belian pilihan ini sudah terlihat dari bagian depannya. Pengunjung akan terkesan dengan halamannya yang luas dan bersih, serta rumputnya yang tertata rapi dan terawat dengan baik. Di sisi kanan, tengah, dan kiri depan istana, pengunjung dapat melihat 13 meriam kuno buatan Portugis dan Perancis.


Dari halaman depan, pengunjung juga dapat melihat anjungan, yaitu ruangan yang menjorok ke depan yang dahulunya digunakan sultan sebagai tempat istirahat atau menikmati keindahan panorama Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Di sana, juga terdapat sebuah genta yang dulunya berfungsi sebagai alat penanda marabahaya. Di samping kanan anjungan, terdapat sebuah tangga yang menghubungkan teras istana dengan anjungan.


Di atas pintu utama istana, terdapat hiasan mahkota serta tiga ornamen bulan dan bintang sebagai tanda bahwa Kesultanan Pontianak merupakan Kesultanan Islam. Balairungnya, atau sering juga disebut dengan balai pertemuan, didominasi oleh warna kuning yang dalam tradisi Melayu melambangkan kewibawaan dan ketinggian budi pekerti. Di ruang yang biasanya dijadikan tempat melakukan upacara keagamaan dan menerima tamu ini, pengunjung dapat melihat foto-foto Sultan Pontianak, lambang kesultanan, lampu hias, kipas angin, serta singgasana sultan dan permaisuri.


Di sebelah kanan dan kiri ruang utama terdapat 6 kamar berukuran 4 x 3,5 meter dimana salah satunya merupakan kamar tidur sultan. Sedangkan kamar-kamar lainnya dahulunya dijadikan sebagai ruang makan dan kamar mandi.


Di belakang ruang istana terdapat sebuah ruangan yang cukup besar. Di ruangan ini pengunjung dapat melihat benda-benda warisan Kesultanan Pontianak, seperti senjata, pakaian sultan dan permaisurinya, foto-foto keluarga sultan, dan arca-arca.


Kira-kira 200 meter di sebelah barat dari Istana Kadriah terdapat masjid kerajaan yang bernama Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman. Masjid ini pertama kali dibangun oleh Sultan Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadri, sultan pertama Kesultanan Pontianak.


C. Lokasi
Istana Kadriah terletak di Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.


D. Akses
Istana Kadriah berada di dekat pusat Kota Pontianak. Lokasi istana dapat dijangkau melalui jalur sungai dan jalur darat. Pengunjung yang memilih jalur sungai dapat mengaksesnya dengan menggunakan sampan atau speed boat dari Pelabuhan Senghie, sedangkan pengunjung yang menggunakan jalur darat dapat naik bus yang melewati jembatan Sungai Kapuas.


E. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut biaya.


F. Akomodasi dan Fasilitas lainnya
Di sekitar kawasan Istana Kadriah terdapat fasilitas, seperti restoran terapung, warung makan, pramuwisata, kios wartel, voucher isi ulang pulsa, sentra oleh-oleh dan cenderamata, serta persewaan sampan dan speed boat untuk mengelilingi kawasan istana.

Masjid Jami` Sultan Abdurrahman

A. Selayang Pandang
Konon, sebelum Habib Husein Alkadri bertolak dari Hadramaut, Yaman Selatan, menuju kawasan timur, gurunya berwasiat supaya mencari permukiman yang berada di pinggir sungai yang masih ditumbuhi pepohonan hijau. Ketika diangkat menjadi hakim agama Kerajaan Matan dan Kerajaan Mempawah, beliau pun meminta kepada kedua sultan dari kerajaan-kerajaan tersebut untuk dibuatkan sebuah permukiman seperti yang diwasiatkan gurunya.


Pada tahun 1770 M, Habib Husein Alkadri wafat di Kerajaan Mempawah. Tiga bulan kemudian, anak beliau yang bernama Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya, sepakat untuk meninggalkan Kerajaan Mempawah dan mencari daerah permukiman baru. Pada tanggal 23 Oktober 1771 M (24 Rajab 1181 H), rombongan Syarif Abdurrahman menemukan lokasi yang sesuai di delta Sungai Kapuas Kecil, Sungai Landak, dan Sungai Kapuas. Setelah delapan hari bekerja menebas hutan, rombongan ini lalu mendirikan tempat tinggal dan sebuah langgar.


Seiring dengan pesatnya perkembangan kawasan tersebut, lambat-laun langgar sederhana itu pun kemudian berubah menjadi masjid. Sultan Syarif Usman (1819-1855 M), sultan ke-3 Kesultanan Pontianak, tercatat sebagai sultan yang pertama kali meletakkan fondasi bangunan masjid sekitar tahun 1821 M/1237 H. Bukti bahwa masjid tersebut dibangun oleh Sultan Syarif Usman dapat dilihat pada inskripsi huruf Arab yang terdapat di atas mimbar masjid yang menerangkan bahwa Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman dibangun oleh Sultan Syarif Usman pada hari Selasa bulan Muharam tahun 1237 Hijriah. Berbagai penyempurnaan bangunan masjid terus dilakukan oleh sultan-sultan berikutnya hingga menjadi bentuknya seperti yang sekarang ini.


Untuk menghormati jasa Sultan Sayyid Syarif Abdurrahman Alkadri, pendiri Kota Pontianak dan sultan pertama Kesultanan Pontianak, masjid yang berada di sebelah barat Istana Kadriah itu pun diberi nama Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman.

B. Keistimewaan

Masjid yang memiliki panjang 33,27 meter dan lebar 27,74 meter ini merupakan masjid tertua dan terbesar di Pontianak. Masjid yang undak (seperti tajug ala arsitektur Jawa) paling atasnya mirip mahkota atau genta besar khas arsitektur Eropa ini menjadi saksi sejarah perubahan demi perubahan yang terjadi di Kota Pontianak dan sekitarnya.


Mayoritas konstruksi bangunan masjid terbuat dari kayu belian pilihan. Dominasi kayu belian masih dapat dilihat pada pagar, lantai, dinding, menara, dan sebuah bedug besar yang terdapat di serambi masjid. Enam tonggak utama (soko guru) penyangga ruangan masjid yang berdiameter 60 sentimeter juga terbuat dari kayu belian. Konon, tonggak-tonggak tersebut telah berusia lebih dari 170 tahun. Selain enam tonggak utama, terdapat empat belas tiang pembantu yang berfungsi sebagai penyangga ruangan masjid.


Pengaruh arsitektur Eropa terlihat pada pintu dan jendela masjid yang cukup besar, sedangkan pengaruh Timur Tengah terlihat pada mimbarnya yang berbentuk kubah.


Seperti bangunan rumah Melayu pada umumnya, masjid ini juga memiliki kolong di bawah lantainya. Meski persis berada di atas air Sungai Kapuas, masjid ini tidak pernah kebanjiran karena fondasi masjid berjarak sekitar satu setengah meter di atas permukaan tanah.


C. Lokasi
Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman terletak di Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Masjid ini hanya berjarak sekitar 200 meter di sebelah barat Istana Kadriah.


D. Akses
Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman berada di dekat pusat Kota Pontianak. Lokasi masjid dapat dijangkau melalui jalur sungai dan jalur darat. Pengunjung yang memilih jalur sungai dapat mengaksesnya dengan menggunakan sampan atau speed boat dari Pelabuhan Senghie, sedangkan pengunjung yang menggunakan jalur darat dapat naik bus yang melewati jembatan Sungai Kapuas.


E. Harga Tiket
Pengunjung tidak dipungut biaya.


F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Di kawasan Masjid Jami‘ Sultan Abdurrahman terdapat pramuwisata, pendopo tempat istirahat, dan toilet. Di sekitar kawasan tersebut juga terdapat restoran terapung, warung makan, kios wartel, voucher isi ulang pulsa, sentra oleh-oleh dan cenderamata, serta persewaan sampan dan speed boat untuk mengelilingi kawasan masjid.


Pages

Sample

Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

tito anak west borneo
saya orangnya baik hati dan tidak sombong.
Lihat profil lengkapku

Followers